Kisah Kelahiran Cerpen Candu Aksara slash Selera Ganesha

Terinspirasi oleh postingannya Fred mengenai latar belakang penulisan cerpennya, Sang Pelukis (lihat di sini), juga Juu dengan cerpennya Anak Lelaki dan Si Pengubah Wujud (lihat di sini) dan di sini), maka aku juga mau berbagi kisah bagaimana cerpen Candu Aksara slash Selera Ganesha aku tulis ketika mengikuti Fantasy Fiesta 2010.


Ide cerita ini sendiri terinspirasi dari my beloved soulmate (yang juga adalah Alpha-reader sekaligus editorku) yang amat sangat gemar membaca buku. Suatu hari kami membahas kebiasaan buruknya membaca buku sekali tancap, alias setebal apa pun bukunya, harus tamat sekali baca, walaupun itu berarti baca non stop sampai nggak tidur. Setengah bergurau aku bilang padanya, “Huni, sekalian aja kamu makan bukunya. Baca buku kok ampe lupa makan!” Dan tiba-tiba sebuah bohlam menyala terang di kepalaku. TRING! Lahirlah ide tentang seseorang yang senang memakan buku. Waktu itu bayangan yang ada di kepalaku adalah seseorang yang memakan buku seperti sebuah steak, lengkap dengan pisau pemotong dan garpunya (kayak foto yang pernah di-upload Fachrul di kontes foto Fantasy Fiesta gitu deh)

Namun saat itu ide tersebut hanya menjadi entry tambahan dalam buku ideku, karena aku belum punya ide buat pengembangan ceritanya.

Sewaktu Fantasy Fiesta 2010 digelar, aku membuka lagi primbon ide tersebut, juga cerita-cerita jadul yang dulu pernah kubuat, siapa tahu ada yang bisa di-recycle untuk FF 2010 tersebut. Setelah mengingat dan menimbang, akhirnya aku memutuskan untuk memilih ide si pemakan buku itu sebagai cerpen yang bakal kubuat.

Kenapa aku akhirnya memilih ide tersebut? Euh, sebenernya kalau ditanya begini, aku jadi terpaksa mengungkapkan kecuranganku. Jadi begini. Aku tahu bahwa para juri FF 2010 tersebut adalah para senior penulis fantasi yang sudah melahirkan buku mereka sendiri. Dan pastinya mereka adalah orang-orang yang amat sangat cinta membaca buku. Jadi kalau aku menggunakan ide cerita yang sama, yaitu orang yang amat sangat cinta membaca buku sampai memakannya, aku pikir para juri ini akan bisa relate dengan ceritaku sepenuhnya. Dan itu akan jadi poin plus buatku.

Begitulah. Makanya kubilang aku curang (maaf ya para juri tercinta).

Ide awal cerita ini memang gambaran seseorang yang memakan buku seperti steak, lengkap dengan pisau dan garpunya. Namun pada penulisannya, aku memutuskan untuk membuang gambaran itu dan membuat tokohnya memakan buku itu langsung. Kenapa? Karena aku ingin membuat cerita yang membumi, sangat real sampai bisa dipercaya. Dan di dunia nyata ini nggak ada pisau yang bisa memotong novel dengan mudah seperti memotong steak (kecuali pisau pemotong di tukang fotokopi yang segede gaban itu). Kalaupun ada, pastinya itu adalah pisau magis, yang tidak sesuai dengan niatku yang ingin membuat cerita se-real mungkin. Dan rasanya pisau pemotong punya tukang fotokopi itu nggak terlalu bagus estetikanya di dalam ceritaku, belum lagi mikirin repotnya dan sebagainya. Akhirnya, aku putuskan untuk membuat tokoh utamanya memakan buku (koran atau komik) dengan cara seperti makan sandwich.

Setelah memiliki ide, tentu saja aku mulai memikirkan ceritanya. Dan yang pertama terlintas di kepalaku adalah sudut pandang penceritaan. Waktu itu entah kenapa, tiba-tiba aku punya ide untuk mengisahkan cerpen tersebut dalam sudut pandang orang kedua. Aku ingin menceritakan kisah tersebut dengan sangat detil dan vivid sampai orang-orang yang membacanya bisa merasakan kenikmatan mengunyah buku (dan itu bukan tugas yang mudah, karena kalau kita mikir makan kertas, belum-belum tenggorokan kita udah terasa seret luar biasa). Karena itulah aku memilih sudut pandang orang kedua, yang kupikir bisa membantu menghipnotis pembaca untuk merasakan apa yang memang aku ingin mereka rasakan.

Mungkin karena itulah ada sahabatku yang lalu berkomentar bahwa ceritaku mirip pertunjukannya Bang RR, sang ahli hipnotis kondang di Indonesia ini.

Dan salah satu alasan lain kenapa aku memilih sudut pandang ini, karena aku yakin ini akan membuat ceritaku jadi unik luar biasa. Kemungkinan besar nggak akan ada cerita lain yang pakai sudut pandang kedua. Dan tentu saja ini akan menonjolkan cerpenku di mata para juri.

Yak, curang nomor dua!

Lanjut. Aku nggak akan membeberkan plot ceritanya. Ini saja aku sudah cukup memberikan spoiler. Yang mau kusebutkan berikutnya adalah tokoh utama dalam ceritaku.

Sang tokoh ini memang didesain tidak bernama. Hanya disebut sebagai Kau atau Kamu. Dan bagi yang merasa bahwa sebenarnya jenis kelamin si Kau ini adalah laki-laki, you’re absolutely right. Aku memang membuatnya menjadi seorang pria. Namun sepertinya dialog yang kubuat memang berkesan androgin (sengaja, supaya pembaca laki-laki maupun perempuan bisa relate sama ceritaku ini) sehingga ada yang menyangka si Kau ini sebagai wanita.

*nyengir*

Sebagai tambahan, di draft awal cerpen ini, jenis kelamin si Kau ini memang aku tulis sebagai laki-laki, lewat dialog seorang tukang koran yang berkata, “Pagi, Pak!” Namun setelah dibaca oleh salah seorang Beta-reader ku (yang tak lain tak bukan adalah kakakku sendiri), ia menyarankan bahwa si Kau ini dibuat tak berjenis kelamin saja. Dan aku pikir, not bad, dan menuruti sarannya.

Pembuatan cerpen ini sendiri memakan waktu yang tidak sedikit. Aku menulis draft ceritanya di sela-sela kesibukan bekerja (sori, Bos!) dan seribu satu macam aktivitas lainnya. Aku ingat jelas bahwa aku sempat menulis draft cerita ini (secara manual, pakai pulpen di notebook, karena waktu itu belum dapat lungsuran laptop) sewaktu menunggu giliran ke dokter.

Editingnya juga dilakukan agak lama, membuat cerpen ini akhirnya dikirimkan tepat di hari terakhir deadline. Editing yang dilakukan antara lain membuat klimaksnya semakin dramatis lagi, polesan cerita di sana-sini, sampai menuliskan cerpen ini dalam sudut pandang orang pertama, untuk mengetes apakah ada sudut pandang lain yang lebih pas untuk cerita ini, tanpa menghilangkan efek hipnotisnya. Namun ternyata ketika dituliskan dalam sudut pandang orang pertama, cerita ini malah jadi terasa aneh. Karena itulah sudut pandangnya tetap tidak berubah dari semula.

Oh iya. Ada yang sadar tidak, ketika cerpen ini masih terpajang di website, ada kesalahan yang cukup fatal sebenarnya? Aku sempat menuliskan “Wanita itu. Masih di kursi yang sama. Masih dengan secangkir kopi yang beruap.” Padahal sebelumnya, aku menuliskan bahwa si wanita itu (ketika pertama kali bertemu dengan tokoh utama) sedang meminum secangkir coklat. Tapi sepertinya nggak ada yang sadar, ya? Dan sampai aku mengedit kesalahan tersebut untuk kumcer Fantasy Fiesta, tetap nggak ada yang menyampaikan keluhannya atas kesalahan ini. Berarti memang nggak ada yang sadar. Hehehe.

Soal ending, sebenarnya tadinya aku mau mengakhiri cerpen ini dengan bad ending. Tapi cowokku kemudian mengusulkan sebuah ending manis, yang pada akhirnya kupilih menjadi ending dari cerpen ini. Ternyata pilihanku nggak salah ya, karena ending ini juga menjadi poin plus buat penilaian cerpen ini. Makasih ya Sayang! *peluk-peluk*

Terakhir, aku mau membahas mengenai judul cerpen ini. Jujur saja, ini adalah tahapan terberat dan tersusah dalam pembuatan cerita ini. Setelah cerpen ini selesai ditulis, aku sama sekali tidak punya bayangan, mau dibuat apa judulnya. Biasanya aku langsung bisa menentukan judul sebuah cerita jauh sebelum cerita itu selesai ditulis. Tapi kali itu aku menyerah sama sekali. Blank abis. Untungnya cowokku (lagi-lagi) jadi penyelamatku dengan mengusulkan judul “Selera Ganesha”. Ide di balik judul ini adalah cerita tentang selera makan seorang pemuda/pria yang bisa dianggap menjadi dewa pengetahuan, karena menyerap pengetahuan dari buku yang dimakannya. Judul yang sangat bagus sebenarnya, tapi entah kenapa masih kurang sreg buatku. Tapi karena tidak punya pilihan lain, dan deadline makin dekat, akhirnya kukirimkan cerpen tersebut dengan judul itu.

Setelah cerpen ini menang, salah seorang jurinya berkomentar bahwa judulnya kurang catchy. Jadilah aku kembali mengolah otak untuk menentukan judul yang lebih baik, tapi sekali lagi otakku buntu. Saking blank-nya, aku sempat mengajukan cerpen ini dengan judul “Lapar!” (kebayang kan gimana blank-nya aku?). Untungnya salah seorang juri, yang kemudian diangkat menjadi Kepala Suku Fantasy Fiesta, mendorongku untuk mencari judul yang lebih baik lagi. Akhirnya setelah dua hari dua malam setengah mati jungkir balik mencari judul yang pas (nggak lebay lho, beneran ini), terlahirlah judul “Candu Aksara”.

Tambahan sedikit, dua orang rekan Fantasy Fiesta sempat berkomentar bahwa judul “Selera Ganesha” sempat membuat mereka berpikir kalau ceritanya adalah tentang wisata kuliner di ITB. Hahahaha!

Demikianlah perjalanan lahirnya cerpen ini. Mudah-mudahan bisa menjadi inspirasi penulisan karya fantasi buat kita semua.

Dan untuk orang-orang yang sudah terlibat di dalam pembuatan cerpen ini: cowokku tercinta, kakakku dan suaminya, serta adikku, yang sudah merelakan diri mereka menjadi beta-reader, kata terima kasih tak akan pernah cukup buat kalian semua! Love you all!

7 Response to "Kisah Kelahiran Cerpen Candu Aksara slash Selera Ganesha"

  1. Ivon Says:

    PERTAMAX!!! GWAHAHAHA!!! XD XD

    ehrm, *berdehem* sorry.

    hmm, untung saja tidak:
    - dibikin 'bad ending'
    - judulnya dibikin jadi "Lapar!" XD XD XD
    - digambarkan membelah bukunya pakai pisau (karena unsur kejutannya gag bakalan sekuat merobek dan mengunyah buku itu kayak crepes)

    sisanya...woo, hohoho~, ehem2, XD

    btw, kurasa yang dua poin itu bukan termasuk kecurangan, tpi taktik 'perang', hehehehe XD

    sbenarny, judul "Selera Ganesha" itu membuat ak membayangkan kisah-kisah mitologi di India, dan yah, jujur aj, bikin jadi rada males bacanya ^^; ah, kmaren siapa yang nyaranin baca cerpen ini ya...?

  2. Dewi Putri Kirana Says:

    *ngasih cendol ke Ivon karena jadi yang pertama(x)*

    Yah, mungkin emang lebih bisa dianggap sebagai taktik perang huahaha :D

    *mulai ngeluarin koleksi senjata dari lemari terus dideretin rapi di atas meja*

    Wah, ternyata judul "Selera Ganesha" itu menimbulkan persepsi yang beda-beda ya :)) Jadi penasaran, persepsi apalagi yang sempet ada waktu orang baca judul itu.

    Eh, siapa yang nyaranin kamu baca cerpenku? Siapa? SIAPA? *mode preman on* :P

  3. Luz Balthasaar Says:

    saia ga komen soal judul Selera Ganesha vs Candu Aksara ah.


    Saia mau komen soal judul tulisan ini saja.

    Candu Aksara slash Selera Ganesha.

    Artikel ini ngomongin slash fic yak?

    *dilempar tomat*

  4. Dewi Putri Kirana Says:

    *nyampor adonan tomat, terasi dan sambel, masukin ke water cannon dan arahin ke Luz*

    Luz kayaknya lagi doyan tomat, nih?

    *nyalain sumbu cannon*

    *jongkok sambil tutup kuping*

    :P

    Baidewei, bagus juga tuh idenya. Bikin Candu Aksara yang slash fic buat FF tahun ini. Barangkali aja bisa nyaingin Ewing hahahaha! XD

  5. Ivon Says:

    *sruput isi cendolnya*

    hee~ kalau mau slash fic, kayakny karakter2nya masih kurang tuh :3

    mungkin kita tungguin Fantasy Fiesta 2011 dulu aja deh, siapa tahu bakalan ada lagi cowo2 kece yang akan bergabung...kekeke~

  6. Andry Chang Says:

    Omg, ini toh cara u dapat idenya? (Berarti reviewku nyaris akurat, hehehe). Hebat, berarti kalau saya mau jadi penulis dgn ide2 unik, saya harus berlatih terus utk lebih memperhatikan keadaan sekitar dan pola pikir "out-of-the-box". Makasih, itu sudah sangat menginspirasi saya.

    Hehe, kalau saya pernah kesambet ide cerpen pas menangkap buket di pesta nikahan, pas mikir, "wah, kalau dipikir2 saya ini pemegang rekor dunia gak resmi tangkap buket, lho."

  7. Dewi Putri Kirana Says:

    @Andry, you're welcome ;)

    Idenya bagus juga tuh!

    Aku malah nggak lucky waktu nangkep buket di nikahan adekku sendiri. Keserobot ama temennya adekku yang kayaknya lebih nafsu pengen nikah XD